Thursday, December 18, 2008

Benarkah Indonesia Negara Bahari???

BENARKAH INDONESIA NEGARA BAHARI ? Harmin Hari Masih ingat nyanyian masa kecil kita “ Nenek Moyangku Orang Pelaut?”, bukan nenek moyangku orang petani. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa memang nenek moyang kita lebih menguasai wilayah laut daripada darat. Beberapa bukti bahwa laut kita lebih luas dari darat (2/3 luas Indonesia adalah laut), permukaan planet bumi juga 73 % adalah air dan sisanya darat. Belum lagi dihitung potensi sumberdaya yang terdapat di laut baik permukaan, kolom perairan maupun dasar laut. Konon penjajahlah yang merubah karakter bangsa menjadi petani. Namanya juga penjajah, selalu mengedepankan ambisinya dengan memperluas perdagangan rempah-rempah dari hasil pertanian ketika itu. Dulu juga kita sering dilarang makan kepala ikan, katanya membuat kita bodoh padahal kandungan omega 3, sebagai unsur kecerdasan justru terdapat di kepala ikan. Jangan terlalu banyak makan ikan nanti cacingan, padahal di ikan terdapat sumber protein. Masih banyak bukti lain untuk menjelaskan bahwa memang sebenarnya kita negara bahari.
Tulisan ini hanya akan memberikan data tentang konsistensi dan besarnya perhatian bangsa Indonesia tentang kebaharian dalam wujud peraturan perundang-undangan dan ketegasan sikap kebaharian. Bahwa dari konsistensi tersebut terlihat belum adanya kontribusi signifikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat kita.
Benarkah kita Negara Bahari?
Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilihat beberapa peristiwa penting di bangsa ini untuk mengukur sejauh mana konsistensi bangsa ini terhadap kebaharian.
Pertama; Deklarasi Djoeanda (13-12-1957), dengan tindak lanjut adanya konsep wawasan nusantara, UU No 4/60 tentang Perairan dan UNCLOS 1982. Isi Deklarasi “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-Undang”
Kedua; Deklarasi Benua Maritim Indonesia di Makassar (18-12-1996), dengan tindak lanjut Konsep Pembangunan Benua Maritim Indonesia, Dewan Kelautan Nasional. Substansinya adalah menyebut Negara Kesatuan RI beserta perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, ZEE, dan landas kontinennya sebagai Benua Maritim Indonesia. Pembangunan Maritim Indonesia (1998–2004) mencakup aspek : Perikanan, Pehubungan laut, Industri Maritim, Pertambangan dan Energi, Wisata Bahari, Pembangunan SDM, IPTEK dan Kelembagaan Maritim
Ketiga; Deklarasi Bunaken (26-9-1998) dengan tidak lanjut The Ocean Charter.Isi Deklarasi: Mulai saat ini visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi laut. Semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia.
Keempat; Berdirinya Kabinet Gotong Royong dan Kabinet Persatuan (1999-2004) dengan tindak lanjut Departemen Eksplorasi Laut, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Dewan Maritim Indonesia. Visi Departemen Kelautan dan perikanan adalah Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara Lestari dan bertanggung jawab bagi kesatuan dan kesejahteraan anak bangsa, sedangkan Misi Pembangunan Kelautan dan Perikanan : Misi Kesejahteraan : Meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha kelautan dan perikanan lainnya; Misi Pertumbuhan : Meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi; Misi Kelestarian : Memelihara daya dukung dan meningkatkan kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan
Kelima; Seruan Sunda kelapa (27-12-2001), dengan tindak lanjut Gerbang Mina Bahari yang intinya adalah : Membangun Wawasan Bahari, Menegakkan Kedaulatan Hukum di laut, Mengembangkan Industri dan Jasa Maritim secara Optimal dan Lestari, Mengelola Kawasan Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Mengembangkan Hukum Nasional di Bidang Maritim
Keenam; Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No 27 Tahun 2007), dengan tindak lanjut yang penting antara lain hak pengusahaan pesisir dan pulau-pulau kecil diharuskan adanya kelengkapan dokumen perencanaan (rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi.
Dari keenam item tersebut di atas dapat dikatakan bahwa sebenarnya kita adalah negara bahari. Hal ini dilihat dari keseriusan pemerintah dalam mencita-citakan kemajuan bangsa dibidang kebaharian. Belum lagi potensi yang besar yang terkandung di dalamnya. Walaupun demikian bahwa dari cita-cita dan potensi besar tersebut, jujur juga kita katakan bahwa belum mensejahterakan masyarakatnya secara signifikan. Kapan dan siapa? Kalau bukan sekarang kapan lagi kalau bukan kita semua siapa lagi. Semoga. Amin


Oleh: Harmin Hari, SP, M.Si
(Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unhalu)
E-mail : harmin_70@yahoo.co.id
Identitas :KTP-20.5005.230770.0001

No comments: