Sunday, April 17, 2011

BENARKAH JEMBATAN SELAT SUNDA DIBUTUHKAN?

Oleh Sudiding Irsyad

“Dengan laut kita akan menemukan dunia baru”

Pada sore hari tanggal 16 April 2011, di sebuah café di kawasan Jakarta Pusat diadakan sebuah forum diskusi akhir pekan yang mengangkat topik tentang Kemaritiman. Diskusi ini digagas oleh sekelompok anak muda yang punya gagasan besar dan visi Indonesia masa depan yang berwatak dan berwajah maritim. Dari diskusi ini terungkap bahwa jumlah penduduk Indonesia yang tinggal didaerah pesisir pantai dan menggantungkan hidupnya pada laut sebanyak 7,5 juta jiwa dan berada dibawah garis kemiskinan. Juga terungkap bahwa setiap tahunnya 10 negara mencuri ikan dari lautan kita dengan total kerugian diperkirakan sekitar 30 trilyun/tahun, kita mengimpor garam 300.000 ton/tahun, 90% resort dalam negeri dikuasai oleh asing yang transaksi penyewaannya dilakukan diluar negeri dan membuat Negara kita tidak mendapatkan benefit dari hasil ini karena uangnnya tidak masuk ke Indonesia. Hal-hal yang terungkap ini adalah sebuah ironi karena ditengah kekayaan laut yang dimiliki oleh Negara ini, ternyata tidak mampu membawa manfaat untuk kesejahteraan pada rakyat yang menggantungkan hidupnya pada laut. Kalaupun ada yang sudah bisa dimanfaatkan seperti resort wisata, justru dikelolah oleh asing dan tidak menjadi sumber pendapatan pajak bagi Negara.

Ketidakberdayaan masyarakat pesisir menghadapi kesusahan hidup karena kemiskinan dan ketidakmampuan mengambil manfaat yang maksimal dari kekayaan laut diakibatkan oleh keterbatasan alat tangkap ikan, tidak adanya supporting dari perbankan untuk kredit kepemilikan kapal ikan, kurangnya bimbingan dari pemerintah untuk program budidaya rumput laut dan ikan, kurangnya keberpihakan pemerintah agar wisata laut dikelolah sepenuhnya oleh masyarakat setempat bukan oleh pengusaha atau pemodal besar, serta kurangnya peran pemerintah dalam membangun fasilitas penunjang untuk wisata laut. Ditengah ketidakberdayaan itu, tiba tiba kita dikejutkan oleh pencanangan program pemerintah untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda yang akan menghabiskan dana sebesar 140 trilyun rupiah untuk sekedar konstruksinya saja, belum termasuk alat alat penunjang dan ongkos sosialnya yang diperkirakan bisa mendekati angka 1000 trilyun. Karena itu penulis mencoba menganalisa seberapa pentingkah Jembatan Selat Sunda dibangun ditengah kebutuhan anggaran pada sektor sektor lain yang lebih penting dan sangat mendesak, seperti program pengadaan kapal tangkap bagi nelayan nelayan miskin dan pengadaan kapal untuk mengangkut hasil hasil bumi dan kreatifitas rakyat dipulau pulau diseluruh nusantara.

Asumsi yang mengatakan bahwa satu satunya jalan untuk menyelesaikan problem kemacetan yang terjadi beberapa bulan terakhir ini di sepanjang pintu tol menuju Pelabuhan Merak yaitu dengan membangunan Jembatan Selat Sunda adalah sangat sesat dan menyesatkan. Menurut penulis, ada tiga hal yang membuat kemacetan terjadi beberapa bulan terakhir ini dan bagaimana cara mengatasinya yaitu ; 1. Kurangnya kapal yang mengangkut penumpang dan kendaraan dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakauheni akibat sejumlah kapal sedang menjalani dock/perawatan. Kapal sering mengalami perawatan akibat kerusakan karena dari 31 kapal yang diperuntukkan untuk jalur pelayaran Merak – Bakauheni sudah berumur sangat tua, bahkan ada yang dibangun tahun 1958 di Belanda, dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah ada kapal yang dibangun tahun 1973 di Jepang tapi masuk di Indonesia berubah menjadi tahun pembuatan 1993. Seharusnya masalah manipulasi tahun ini harus diselesaikan karena berhubungan dengan kepentingan konsumen. Kapal mengalami perawatan rutin tiap tahun dipersyaratkan oleh aturan agar terjamin keselamatan kapal selama pelayaran. Jadi untuk mengatasi kekurangan kapal di jalur pelayaran Merak – Bakauheni diperlukan kapal kapal baru yang cara pengadaannya akan dijelaskan padi paragraph selanjutnya. 2. Kapal terlalu lama sandar di dermaga pelabuhan untuk kepentingan bongkar muat yang membuat kapal kapal lain butuh waktu lama untuk mengantri mengisi muatan. Penyebab kapal terlalu lama sandar disebabkan oleh fasilitas pelabuhan yang tidak kompatibel dengan kapalnya, ombak besar yang membuat kapal susah sandar dan pemuatan serta pengaturan muatan menjadi lambat, jumlah dermaga yang terlalu sedikit sehingga tidak mampu mengimbangi kapasitas muatan dan kapal yang akan sandar. Cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membangun break water yang lebih besar dan luas di Pelabuhan Merak dan Bakauheni serta memperbanyak jumlah dermaga dikedua pelabuhan tersebut. Disamping itu kapal kapal yang akan beroperasi di jalur ini harus didesign merujuk pada tipe kedua pelabuhan ini 3. Kapal terlambat sampai ke pelabuhan. Penyebab kapal terlambat sampai ke pelabuhan karena kecepatan kapal yang sangat rendah. Apa yang membuat kecepatan rendah? Itu disebabkan oleh faktor umur kapal yang membuat kecepatan telah menurun, kapal yang beroperasi disana didesign tidak diperuntukkan untuk daerah pelayaran Merak - Bakauheni sehingga tidak maksimal dalam hal kecepatan karena pengaruh ombak.

Berdasarkan informasi dari pihak ASDP Merak bahwa jumlah kapal yang dibutuhkan untuk mencegah kemacetan di Merak adalah sekitar 24 unit kapal dan dijamin tidak akan ada kemacetan. Dan apabila menggunakan kapal dengan daya angkut besar seperti 300 unit mobil sampai 500 unit mobil, dibutuhkan lebih sedikit lagi. Untuk membangun 24 unit kapal dengan kapisitas 500 unit mobil, kita dapat mempercayakan galangan dalam negeri seperi PT. PAL yang sudah sangat berpengalaman membangun kapal. Jika dengan kapasitas PT. PAL dapat membangun 3 unit per tahun, maka dalam waktu 8 tahun sudah dapat terpenuhi target pengadaan kapal untuk jalur pelayaran Merak – Bakauheni. Adapun perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu unit kapal ferry dengan kapasitas 500 unit mobil dengan panjang 140 an meter dan GRT 12.000 GT tidak akan lebih dari 300 milyar rupiah. Jadi untuk membangun 24 unit kapal ferry kapasitas 500 unit mobil dalam jangka waktu 8 tahun dibutuhkan anggaran sebesar 8,7 trilyun. Biaya pembangunan tambahan dermaga dan break water diperkirakan sebesar 1 trilyun rupiah. Bandingkan dengan biaya pembangunan Jembatan Selat Sunda yang akan membutuhkan anggaran 140 trilyun rupiah dan baru akan bisa dipergunakan 30 tahun ke depan dengan biaya pembangunan 24 unit kapal ferry , dermaga dan break water hanya membutuhkan anggaran 10 trilyun rupiah yang sudah langsung dapat dipergunakan secara bertahap setiap tahunnya sejak pembangunan dimulai.

Kalau kita masih menganggap Negara ini adalah Negara kelautan, maka semua pendekatan pembangunan harus mempertimbangkan keseimbangan daerah diseluruh wilayah NKRI yang berbasis pendekatan kelautan. Pembangunan Jembatan Selat Sunda malah akan semakin membuat ketimpangan karena industri industri penunjang kota besar akan tumbuh subur di Sumatera yang membuat daerah ini menjadi primadona urbanisasi baru seperti halnya Jakarta. Dalam hal mengahadapi bencanapun kita harus menggunakan pendekatan kelautan untuk menyiapkan fasilitas penununjang dalam menghadapi bencana, sehingga sebisa mungkin kita harus memiliki alat transportasi laut seperti kapal yang bisa multifungsi dan disulap menjadi alat transportasi untuk mengantar bantuan ke daerah bencana. Bayangkan apa yang akan terjadi ketika pulau pulau kita telah tersambung oleh jembatan dan jumlah kapal berkurang, dengan apa kita akan memobilisasi secara cepat bantuan ke suatu pulau yang sedang dilanda bencana? Karena itu yang dibutuhkan Negara ini adalah memperbanyak jumlah kapal untuk pelayanan publik bukan jembatan yang menghubungkan pulau pulau.

Disamping penjelasan penjelasan diatas, seharusnya yang harus diupayakan oleh pemerintah adalah berupaya keras membangun pelabuhan pelabuhan internasional yang bisa bersaing dengan Pelabuhan Singapore dan Pelabuhan Johor Malaysia. Dengan diberlakukannya standar International Ship and Port Security (ISPS) Code, masih kurang dari 10 pelabuhan Niaga di Indonesia yang lulus sertifikasi dan dinyatakan layak dikunjungi oleh kapal niaga berbendera asing, padahal setiap pulau seharusnya memiliki pelabuhan yang berstandar internasional sehingga ekspor dari tiap pulau menjadi lebih mudah dan murah. Selat Sunda adalah selat yang sangat strategis di wilayah NKRI disamping Selat Malaka dan Selat Lombok karena merupakan alur pelayaran kapal asing. Meningkatnya perompakan dilaut hendaknya tidak dijadikan sebagai tantangan yang serius, malahan harus disikapi dengan bijak dan pemerintah sesegera mungkin mempromosikan agar kapal kapal asing mengambil jalur pelayaran Selat Sunda sebab alur ini bisa dikontrol penuh oleh Angkatan Laut kita tanpa harus berkoordinasi dengan Negara lain. Jika kapal kapal asing dari Middle East menuju Pacific atau sebaliknya merasa aman jika melewati Selat Sunda, maka akan mendatangkan keuntungan ekonomi yang sangat besar kepada Negara ini karena kita dapat menjadikan Merak dan sekitarnya menjadi pelabuhan transit untuk pengisian bahan bakar dan provision kapal, pelabuhan transit barang barang yang diperdagangkan, dan pelabuhan transit kapal kapal yang meminta pengawalan menuju Midle East.

Jadi tidak ada urgensinya memboroskan anggaran untuk membangun Jembatan Selat Sunda, lebih baik anggaran sebesar itu dipakai untuk membangun angkatan laut yang kuat, pelabuhan pelabuhan yang berstandar internasional, dan membangun kapal kapal penangkap ikan untuk nelayan agar cita cita Negara ini didirikan menjadi Archipelagic State, Maritime State, Coastal State dan Flag State pelan pelan dapat terwujud.

Sepanjang belum ada planet lain ditemukan dan layak ditinggali oleh manusia, berarti belum ada dunia baru. Di laut kita dapat menemukan dunia baru, dan menciptakan dunia baru untuk Indonesia yang berdaulat dan sejahtera.

Penulis adalah Pemerhati Maritim dan Forumwiken